Kamis, 21 Februari 2013

Batuk

Batuk adalah ekspirasi yang tiba-tiba hal itu digunakan sebagai mekanisme normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari secret dan benda asing. Ketika hal itu berlebihan atau menyulitkan, hal itu merupakan gejala yang sangat umum secara kedokteran merupakan hal yang memerlukan perhatian dan harus dicari penyebabnya. Alasan lebih lanjut termasuk perasaan kurang nyaman dari batuk itu sendiri, berhubungan dengan gaya hidup normal, dan perhatian untuk penyebab dari batuk itu, terutama kekhawatiran terhadap kanker atau AIDS.

Mekanisme
Mekanisme Batuk bisa dimulai secara sengaja atau refleks. Sebagai mekanisme pertahanan refleks bisa melalui jalur aferen dan eferen. Cabang aferen termasuk reseptor dengan distribusi sensorik dari trigeminal, glosofaringeal, laringeal superior, dan nervus vagus. Cabang eferen termasuk nervus laringeal rekuren dan nervus spinal. Batuk dimulai dengan inspirasi dalam diikuti penutupan glottis, relaksasi dari diafragma, dan kontraksi otot terhadap penutupan glottis. Menghasilkan secara menyolok tekanan positif intratorakal disebabkan oleh penyempitan trakea. Sekali glottis terbuka, perbedaan besar tekanan antara jalan nafas dan atmorfir beberapa dengan penyempitan trakea menghasilkan aliran yang cepat melewati trakea. Kekuatan batuk yang besar merupakan mekanisme bantuan yang dimiliki tubuh untuk melindungi saluran udara dari lendir dan benda asing.

Penyebab​
Penyebab Batuk dapat disebabkan oleh berbagai macam iritasi saluran nafas, yang memasuki cabang trakeobronkial melalui inhalasi (rokok, debu, asap) atau oleh aspirasi (secret dari saluran nafas bagian atas, cairan lambung, benda asing). Ketika batuk terjadi selama iritasi oleh secret dari saluran nafas atas (misalnya dari post nasal drip) atau dari cairan lambung (misalnya pada refluks gastroesofageal), factor awal dari batuk tidak diketahui sehingga batuk tetap menetap. Sebagai tambahan, ekspos lama terhadap iritan dapat merupakan permulaan terjadinya peradangan jalan nafas, yang mana hal itu sendiri merupakan pencetus dari batuk dan semakin sensitifnya jalan nafas terhadap zat iritan lainnya. Batuk yang berhubungan dengan refluks gastroesofageal seharusnya hanya merupakan bagian aspirasi dari cairan lambung, mengingat mekanisme refleks dari vagal kelihatannya bertanggung jawab pada banyak pasien yang mengalaminya.
Gangguan lainnya pada proses peradangan, konstriksi, infiltrasi, atau kompresi dari jalan nafas dapat berhubungan dengan terjadinya batuk. Peradangan umumnya dihasilkan dari adanya proses infeksi dijalan nafas, infeksi virus atau bakteri pada brokus sampai bronkiektasis. Pada brokitis karena virus, peradangan jalan nafas kadang-kadang menetap lama setelah resolusi dari gejala akut yang khusus, hal demikian mengakibatkan batuk yang lama, berlanjut sampai beberapa minggu. Infeksi pertusis juga mungkan menyebabkan batuk yang menetap pada dewasa, bagaimanapun, diagnosis secara umum dibuat dengan mempunyai dasar klinik.
​Asma umumnya menyebabkan batuk. Meskipun seting klinik umumnya memberi kesan ketika batuk merupakan gejala sekunder dari asma, pada beberapa pasien ada dengan gejala batuk tanpa mengi atau sesak, jadi harus dibuat diagnosis lebih tajam (batuk variant asma). Infiltrasi neoplasma pada dinding jalan nafas, seperti pada karsinoma bronkogenik atau tumor karsinoid, umumnya berhubungan dengan batuk. Infiltrasi jalan nafas oleh granuloma bisa juga mencetuskan batuk, seperti pada sarkoidosis endobronkial atau tuberculosis. Penekanan jalan nafas oleh masa dari luar, termasuk nodus kelenjar lymph, tumor mediastinum, dan aneurisma aorta.
Contoh dari penyakit parenkim paru yang potensial menyebabkan batuk termasuk penyakit jaringan intertitial paru, pneumonia, dan abses paru. Penyakit jantung kongestif juga berhubungan dengan batuk, kemungkinan sebagai konsekwensi dari proses dijaringan intertitial bisa dikatakan sebagai edema peribronkial. Batuk yang tidak produktif terjadi sebagai komplikasi penggunaan obat penghambat ACE terjadi pada 5-20% pasien yang menggunakan obat ini. Onset terjadi biasanya setelah pemakaian obat selama satu minggu tetapi dapat lebih lambat setelah enam bulan pemakaian. Meskipun mekanismenya tidak diketahui dengan pasti, hal itu berhubungan dengan akumulasi bradikinin atau substan P, yang mana keduanya didegradasi oleh ACE.
Penyebab batuk yang paling umum dikatagorikan berdasarkan lama dari batuk. Batuk akut (< 3 minggu) banyak terjadi segera selama infeksi saluran nafas atas (khususnya pada common cold, sinusitis bakteri akut, dan pertusis), tetapi bisa terjadi pada gangguan yang lebih berat, seperti pada pneumonia, emboli pulmonary, dan penyakit jantung kongestif, dapat juga terjadi sebagai suatu kebiasaan. Batuk kronik (> 3 minggu) pada perokok muncul sebagai akibat dari terjadinya penyakit paru obstruktif kronik atau karsinoma bronkogenik. Pada yang bukan perokok dimana didapatkan rontgen dada normal dan tidak adanya riwayat pemakaian obat ACE-inhibitor, umumnya lebih banyak penyebab batuk kronik adalah post nasal drip, asma, dan refluks gastroesofageal.

Pendekatan pada pasien 
Riwayat yang terperinci sering digunakan, merupakan petunjuk untuk mencari penyebab dari batuk. Sebagian pertanyaan penting termasuk: 
Apakah batuk akut atau kronik ? 
Kapan onsetnya, apakah berhubungan dengan gejala yang berkenaan dengan infeksi pernafasan? 
Apakah berhubungan dengan musim atau berhubungan dengan mengi ? 
Apakah berhubungan dengan gejala yang berkenaan dengan post nasal drip (pengeluaran cairan nasal, seringnya membersihkan tenggorokan, rasa gatal ditenggorokan) atau refluks gastroesofageal (rasa terbakar atau sensasi dari regurgitasi)? (tidak adanya gejala yang mengarah tidak menyingkirkan untuk mendiagnosis penyakit ini, sebagian pada kasus refluks gastroesofageal). 
Apakah berhubungan dengan adanya demam atau sputum? Jika didapatkan sputum, bagaimana karakteristik dari sputum tersebut? 
Apakah penderita mempunyai hubungan dengan penyakit atau faktor resiko terkenanya penyakit (seperti rokok, faktor resiko terkena HIV, ekspose lingkungan)? 
Apakah pasien memakai obat ACE-inhibitor? 

Pemeriksaan fisik secara umum merupakan poin penyebab batuk yang bukan disebabkan kelainan paru, seperti pada gagal jantung, penyakit primer neoplasma nonpulmoner, atau AIDS. Pemeriksaan dari orofaring dapat digunakan yang memiliki bukti untuk post nasal drip, termasuk lendir di orofaring atau eritema, atau gambaran mukosa berupa “cobblestone”. Pemeriksaan auskultasi dada bisa di dapatkan stridor inspiratoar (indikasi dari penyakit saluran nafas bagian atas), ronki atau wheezing pada ekspirasi (indikasi dari penyakit saluran nafas bawah), atau inspiratory crackles (petanda dari proses yang melibatkan parenkim paru, seperti penyakit paru intertitial, pneumonia, atau edema paru). 

Pemeriksaan rontgen dada sebagian membantu untuk menunjukan atau mengkonfirmasi penyebab dari batuk. Potensial paling penting untuk mengetahui adanya masa intratoraks, lokasi dari infiltrat pada parenkim paru, penyakit jaringan intertitial difus atau alveoli. Bentuk daerah sarang tawon atau bentuk kista merupakan tanda dari bronkiektasis, adanya adenopati hilus bilateral yang simetris merupakan tanda dari sarkoidosis. 

Tes fungsi paru digunakan untuk menilai abnormalitas fungsi yang menyertai gangguan tertentu yang menyebabkan batuk. Pengukuran kekuatan aliran ekspirasi dapat diperlihatkan sebagai obstruksi aliran udara yang reversibel merupakan karakteristik untuk asma. Ketika asma dipertimbangkan tetapi kecepatan aliran normal, tes provokasi bronkus dengan methacholine atau inhalasi udara dingin dapat memperlihatkan hipereaktif dari jalan udara oleh stimulus diatas berupa bronkokonstriksi. Pengukuran volume paru dan kapasitas difus primer digunakan untuk memperlihatkan adanya pola restriktif, segera terlihat pada beberapa penyakit jaringan paru intertitial yang difus. 

Jika didapatkan produksi sputum, pemeriksaan gross dan mikroskopik dapat digunakan untuk memberikan informasi. Sputum yang purulen petanda khas untuk bronchitis kronis, pneumonia, atau abses paru. Darah pada sputum mungkin didapatkan pada kelainan yang sama, tetapi dapat juga timbul pertanyaan pada penyakit tumor endobronkial. Pewarnaan gram dan pewarnaan cepat asam dan kultur dapat memperlihatkan sebagian pada infeksi patogen, sitologi sputum dapat digunakan untuk diagnosis keganasan paru. 

Studi lebih khusus dapat membantu hubungan yang lebih khusus. Bronkoskopi fiberoptik adalah prosedur pilihan untuk melihat tumor endobronkial dan pengumpulan sitologi dan spesimen histologi. Inspeksi dari mukosa trakeobronkial dapat memperlihatkan granuloma endobronkial terlihat segera pada sarkoidosis, biopsy endobronkial dari beberapa lesi atau biopsy transbronkial dari jaringan intertitial paru dapat mengkonfirmasi diagnosis. Inspeksi dari mukosa jalan nafas dengan bronkoskopi dapat juga memperlihatkan gambaran karakteristik dari jaringan endobronkial sarcoma Kaposi’s pada penderita AIDS. High-resolution computed tomography (HRCT) dapat mengkonfirmasikan adanya penyakit intertitial dan sering membantu dasar diagnosis pada pola dari penyakit. Itu adalah prosedur pilihan untuk memperlihatkan adanya dilatasi saluran nafas dan memberi konfirmasi untuk diagnosis dari bronkiektasis. 

Komplikasi 
Komplikasi umum dari batuk adalah rasa sakit pada dada dan dinding perut, inkontinensia urin, dan kelelahan. Sebagian, batuk yang paroksismal dapat mempresipitasi terjadinya sinkop, konsekwensinya secara nyata adalah tekanan positif pada intratoraks dan alveolus. Meskipun batuk juga dapat menimbulkan patah tulang iga pada orang normal, seharusnya hal itu timbul kemungkinan karena adanya fraktur patologis, terjadi pada mieloma, osteoporosis, dan metastase osteolitik. 

Pengobatan 
Pengobatan definitif dari batuk tergantung pada penyebab dasarnya dan kemudian permulaan terapi spesifik. Pembersihan terhadap masuknya agen dari luar (rokok, ACE-inhibitor) atau trigger endogen (post nasal drip, refluks gastroesofageal) biasanya efektif jika presipitan dapat diidentifikasi. Penanganan yang cukup penting lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah pengobatan spesifik dari infeksi saluran nafasnya, bronkodilator untukkemungkinan terjadinya obstruksi saluran udara yang reversibel, fisioterapi dada untuk meningkatkan pembersihan secret pada pasien dengan bronkiektasis, dan pengobatan tumor endobronkial atau penyakit jaringan intertitial paru dengan pengobatan yang ada dan disesuaikan. 

Gejala atau terapi nonspesifik dari batuk dipertimbangkan ketika: 
1. Penyebab batuk tidak diketahui atau pengobatan spesifik tidak memungkinkan 
2. Batuk tidak dapat dilakukan atau menyebabkan rasa tidak nyaman yang mencolok. 

Iritasi, batuk yang tidak produktif mungkin ditekan oleh obat antitusif, yang mana meningkatkan latency atau ambang dari pusat batuk. Macam-macam obat termasuk codein (15 mg qid) atau nonnarkotik seperti dextromethorphan (15 mg qid). Obat ini digunakan untuk meringankan gejala dengan memperpanjang waktu batuk, terus menerus hilang timbul. Bagaimanapun, batuk yang produktif dengan kuantitas sputum yang signifikan seharusnya tidak usah ditekan, karena retensi sputum dicabang trakeobronkial berhubungan dengan distribusi dari ventilasi, aerasi alveoli, dan kemampuan jaringan paru untuk menahan infeksi. 

Agen lain bekerja dengan berbagai mekanisme juga digunakan untuk mengontrol batuk, tetapi informasi obyektif dinilai dari penilaian keuntungan mereka yang amat kecil. Agen inhalasi antikolinergik, ipratropium bromida (2-4 puffs qid), dapat digunakan secara rasional untuk menghambat pada cabang eferen dari refleks batuk. Inhalasi glukokortikoid, ideal digunakan dengan spacer dan menurut dosis pada sebagian agen, untuk pasien yang mana peradangan jalan nafas dipikirkan sebagai penyebab dari batuk.


Related Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar