Jumat, 22 Februari 2013

Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Reumatik

Kriteria Diagnostik beberapa Penyakit Reumatik

Keterangan :
SLE : minimal 4 kriteria
Spondiloartropati : kriteria 1 atau 2 ditambah minimal 1 dari kriteria 3-10
RA : minimal 4 kriteria (kriteria 1-4 selama 6 minggu)
Still’s : kriteria 1-4 harus ada, ditambah minimal 2 dari kriteria 5-8



Keterangan :
Psoriatic arthritis : minimal 3 poin (Current psoriasis = 2 poin)
Spondiloartropati : kriteria 1 atau 2 ditambah minimal 1 dari kriteria 3-10

Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Reumatik
Jenis penyakit reumatik sangat banyak, dari berbagai jenis penyakit reumatik tersebut para klinisi ditantang untuk bisa menentukan / menegakkan diagnosis dari keluhan dan gejala yang ada pada pasien tersebut. Kegunaan utama pemeriksaan penunjang dalam praktek klinik penyakit reumatik adalah untuk membantu diagnosis. 

Beberapa kesulitan yang muncul di dalam diagnosis penyakit reumatik adalah :
- banyak penyakit reumatik memberikan keluhan yang hampir sama, misalnya nyeri sendi dapat disebabkan oleh hamper semua penyakit reumatik.
- banyak penyakit reumatik tidak memiliki gambaran khas yang merupakan gold standar dalam diagnosis, sehingga akan menyulitkan untuk menentukan diagnosis.
- beberapa penyakit reumatik, gambaran khas tidak dapat diperoleh pada awal penyakit, tetapi harus menunggu waktu sampai gejal-gejala lain muncul sehingga kemungkinan membuat diagnosis pada fase awal penyakit menjadi sulit. 

Peran pemeriksaan penunjang dalam diagnosis penyakit reumatik adalah membantu diagnosis, dalam hal ini anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting. Sekali lagi perlu dipahami bahwa pemeriksaan penunjang adalah membantu / melengkapai data untuk diagnosis pasien. Jadi anamnesis dan pemeriksaan fisik itulah yang nantinya akan menuntun kita kemungkinan kearah mana atau jelompok penyakit reumatik apa yang disedrita oleh pasien. Untuk membantu diagnosios tersebut dilakukan pemeriksaan penunjang. Dibidang Reumatologi, kelainan pemeriksaan laboratorium tanpa kelaian klinis tidak banyak berarti.. misalnya seorang dengan FR + tanta ada artritsi tidak bisa memberikan informasi penting. Kita tidak mengobati laboratitis. 

Peran lain pemeriksaan penunjang pada kasus reumatologi adalah : 
- menentukan derajat atau tingkat atau beratnya penyakit atau keterlibatan organ 
Sebagai contoh untuk hal ini adalah pemeriksaan radiologi untuk OA lutut. Maka kita dapat menentukan derajad KL adalah dari pemeriksaan radiologi. 
- menentukan aktivitas penyakit : LED, CRP, komplemen 
- menilai respon terapi dan efek samping obat : LED, CRP, DPL, fungsi hati 
- menilai prognosis. : anti CCP 

Berdasar hal diatas maka pemeriksaan penunjang dilakukan bila : 
- pada ananmnesis dan pemeriksaan fisik diduga pasien menderita penyakit reumatik tertentu, jenis pemeriksaan penunjang yang dipilih sesuai dengan dugaan jenis penyakit reumatik. Misalnya pasien diduga menderita AR maka pemeriksaan penunjangnya adalah DPL, LED , FR, anti CCP. Bila pasien diduga lupus maka pemeriksaan penunjangnya adalah ANA. Jadi disini pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu menentukan diagnosis. 
- penyakit reumatik sudah dapat ditegagakkan tetapi untuk menentukan derajatnya atau adanya keterlibatan organ tertentu tidak bisa berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi perlu pemeriksaan penunjang , misalnya OA, keterlibatan organ pada lupus. 
- aktivits penyakit pasien-pasien penyakit reumatik inflamasi, dapat ditentukan dengan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Misalnya RA, SLE, myositis. 
- respon terapi juga dapat dilakukan secara klinis tetapi pada beberapa jenis penyakit reumatik juga harus dilakukan evaluasi secara laboratorium. Tetapi sekali lagi secara umum (tidak seluruhnya) gambaran klinis mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding pemeriksaan laboratorium. Misalnya SLE, RA, Myositis. Tetapi kalau untuk osteoporosis maka penilaian harus dengan pemeriksaan penunjang. 
- beberapa penyakit reumatik, pemeriksaan laboratorium dapat menilai prognosis misal nya RF dan anti CCP untuk RA. 

Jenis jenis pemeriksaan penunjang 
1. laboriatorium 
2. artrosentesis 
3. radiologi 

Pemeriksaan laboratorium 
1. protein fase akut 
Respon fase akut adalah aktivitas patologis yang mengikuti inflamasi. Protein fase akut adalah protein plasma yang konsentrasinya berubah lebih dari 25 % selama inflamasi. Banyak jenis protein fase akut, baik yang meningkat (ceruloplasmin, komplemen, CRP, LED, amiloid A, fibrinogen, alpha 1 antitripsin, haptoglobin, ferritin) maupun yang menurun (albumin, transferin , tranthyretin) selama inflamasi. Sebagian besar dari protein ini disintesis dihati dan dikendalikan oleh kadar sitokin seperti IL 6. efek klinik dari respon fase akut ini adalah demam, peningkatan kortisol, fatique, anemia, kahexia, amiloidosis, gangguan pertumbuhan dan syok. Dua jenis pemeriksaan yang banyak digunakan untuk respon fase akut adalah LED dan CRP. 

Peran pemeriksaan protein fase akut 
Protein fase akut adalah pemeriksaan yang tidak spesifik, artinya peningkatan protein ini dapat dijumpai pada banyak keadaan, bukan hanya pada penyakit reumatik inflamasi tapi juga pada kondisiinflamasi karena sebab yang lain. Bahakan peningktan LED dapat juga disebabkan oleh kondisi non inflamasi seperti hipoalbumun , kelaian bentuk sel darah merah dan peningkatan globulin seperti pada MM. Pada beberapa penyakit LED kadang juga tidak sensitif. 

2. Autoantibodi 
a. Antinuclear antibodi (ANA) 
b. Anti ds DNA 
c. Faktor reumatoid 
d. Anti CCP 

3. komplemen 
a. C3 
b. C4 

4. pemeriksaan laboratorium lain 
a. darah perifer 
b. urine lengkap 
c. transaminase 
d. fungsi ginjal 
e. asam urat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar