Minggu, 17 Februari 2013

Penatalaksanaan DM tipe 1

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat kurangnya insulin. Pada DM 1, terjadi defisiensi absolut insulin karena destruksi sel-sel beta panreas. DM tipe 1 paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi bisa juga terjadi pada usia dewasa, terutama pada usia akhir 30 dan awal 40. Tidak seperti DM tipe 2, DM tipe 1 umumnya tidak gemuk dan sering dengan manifestasi awal sebagai ketoasidosis diabetik (KAD).

PREVALENSI dan INSIDENSI 

DM tipe 1 hanya 5-15% dari seluruh DM, dan merupakan penyait metabolik tersering pada anak-ana, dimana dengan insidensi 15 kasus per 100.000 masyarakat usia muda (< 18 tahun). Di Amerika, terdapat sekitar 1 juta kasus dengan rata-rata 10.000 diagnosa baru setiap tahunnya. Scandinavia mempunyai prevalensi DM tipe 1 tertinggi (sekitar 20% dari jumlah penderita DM), sedangkan prevalensi terendah di China dan Jepang. DM tipe 1 ini paling sering terjadi pada ras kulit putih, diikuti Afrika-Amerika dan Hispanic American, relatif jarang pada orang Asia. Lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia 4 tahun, mencapai puncaknya pada usia 11-13 tahun, juga pada akhir usia 30 atau 40 tahun. 

PATOFISIOLOGI
DM tipe 1 merupakan gangguan katabolik, dimana insulin yang bersirkulasi sangat rendah atau bahkan tidak ada, sedangkan glukagon plasma meningkat serta terjadi kegagalan sel beta untuk berespon terhadap semua stimuli insulin. Pasien membutuhkan insulin eksogen untuk melawan kondisi katabolik tersebut, untuk menurunkan hiperglukagonemia, dan menormalkan metabolisme lipid dan protein. Selain itu, bisa juga merupakan penyakit autoimun, dimana tampak infiltrasi limfositik dan destruksi sel-sel penghasil insulin di pulau Langerhans sehingga terjadi defisiensi insulin. Kira-kira 85% pasien yang memilliki antibodi sel pulau Langerhans, mayoritas juga memiliki antibodi anti insulin sebelum menerima insulin terapi. Umumnya antibodi sel pulau Langerhans tersebut melawan glutamic acid decarboxylase (GAD) yang ada di dalam sel-sel β pankreas. 

Salah satu teori yang menjelaskan etiologi DM tipe 1 adalah kerusakan sel-sel beta pankreas akibat faktor infeksi dan lingkungan yang menjadi trigger/ pencetus sistem imun yang berhubungan dengan genetik. Selanjutnya berkembang menjadi respon imun yang melawan sel beta pankreas yang sudah menyatu dengan protein virus. Bagaimana pun juga, autoimun perlu dipertimbangkan sebagai faktor utama pada patofisiologi DM tipe 1. Prevalensinya akan meningkat pada pasien-pasien dengan penyakit autoimun seperti Grave’s disease, Hashimoto thyroiditis, dan Addison disease. Sekitar 95% pasien dengan DM tipe 1memiliki antigen leukosit HLA-DR3 atau HLA-DR4. Sedangkan HLA-DQs dianggap marker spesifik untuk kemungkinan DM tipe 1. Untuk antigen dari lingkungan, diperkirakan akibat virus dan sitotoksin yang menyerang fungsi sel beta. Etiologi DM tipe 1 ini, umumnya berkaitan erat dengan komponen genetik. 

GAMBARAN KLINIS 
Gejala paling umum nya adalah poliuri, polidipsi dan polifagi. DM tipe 1 harus dipertimbang kan bila terjadi ketoasidosis pada pasien usia muda. Selain itu, penurunan berat badan, lemah badan, kram otot karena gangguan elektrolit, nocturnal enuresis, penglihatan kabur akibat hiperosmoler lensa dan aquaeus humor, gastrointestinal syndrome (mual, discomfort, atau bila kronis akibat neuropati otonom visceral), neuropati perifer. 

PEMERIKSAAN PENUNJANG 
· Glukosa darah : sesuai dengan rekomendasi ADA, yakni 2 kali glukosa darah puasa > 125 mg/dL pada pasien yang asimptomatik atau glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL pada pasien yang simptomatik. Semua glukosa kapiler harus dikonfirmasi dengan plasma atau serum untuk membuat diagnosis. 
· Urinalisis : glukosa, keton dan protein 
·Glycosylated hemoglobin (Hb) atau HbA1c 
HbA1c merupakan produk stabil nonenzimatikdari glikosilasi rantai beta Hb oleh glukosa plasma dan dibentuk sesuai dengan kecepatan peningkatan kadar glukosa plasma. 
Pemeriksaan Hb A1c menentukan progresi komplikasi mikrovaskuler. 
Meskipun peningkatan Hb A1c sering mengindikasikan adanya diabetes, penenruan kadar Hb A1c belum masuk sebagai tes diagnostik spesifik untuk diabetes. Hb A1c hanya digunakan ketika ada kecurigaan DM sementara gejala klasik tidak ada dan glukosa sewaktu mencapai 200 mg/dL 
·Kadar C-Peptide kurang dari 5 µU/mL, atau 0.6 ng/mL. C-Peptide ini dibentuk dari konversi pro insulin menjadi insulin. 

PENATALAKSANAAN 
Penatalaksanaan untuk semua kasus DM tentunya membutuhkan pendekatan dari multidisiplin. Ada 4 pilar pengelolaan DM, yakni 
1. Diet 
2. Latihan jasmani 
3. Medikamentosa 
4. Edukasi 

· Pasien-pasien DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin untuk mengontrol hiperglikemi dan mempertahankan elektrolit serta status hidrasi nya. Pada saat insidensi ketoasidosis pertama, biasanya akan diikuti periode dimana pasien seolah-olah membaik dan tidak membutuhkan terapi insulin. Periode ini disebut sebagai “honeymoon period” akibat kembalinya sebagian fungsi insulin endogen yang mungkin bertahan beberapa minggu bahkan 1-2 bulan. 

· Inisiasi terapi insulin pada orang dewasa : dosis inisial harian dihitung berdasarkan berat badan pasien. Dosis ini biasanya dibagi tiga, ½ dosis diberikan sebelum sarapan, ¼ nya sebelum makan malam, dan ¼ nya diberikan sebelum tidur. Setelah pemilihan dosis inisial, sesuaikan jumlah, jenis, dan waktu penggunaan sesuai kadar glukosa. Sesuiakan dosis untuk mempertahankan glukosa plasma pre prandial 80-150 mg/dL. Dosis insulin sering disesuaikan dengan penambahan 10% dan efeknya dinilai setelah 3 hari sebelum mengubah keputusan. 

· Jadwal-jadwal insulin 
o Injeksi insulin subkutan multipel diberikan untuk mengontrol hiperglikemia setelah makan dan untuk mempertahankan kadar glukosa plasma sepanjang hari. Pasine-pasine harus diedukasi tentang penyakitnya dan bagaimana memonitor kadar glukosa plasma. 

o Intermediate acting insulin diberikan menjelang tidur dengan dosis sekitar 25% dari dosis total harian. Kemudian dosis tambahan rapid acting insulin diberikan sebelum makan (regimen 4 dosis). Pasien-pasien ini bisa juga membutuhkan intermediate atau long acting insulin di pagi hari untuk mencakup sepanjang hari. Pasien-pasien ini seharusnya dapat menyesuaikan dosis hariannya berdasarkan monitor mandiri dari kadar glukosa darah sebelum makan dan menjelang tidur. Mereka menilai sendiri kadar glukosanya pada jam 2-4 pagi minimal satu kali per minggu selama beberapa minggu pertama terapi insulin. 

o Infus insulin sub kutan kontinu : merupakan terapi insulin intensif menggunakan infus-pump yang memberikan infus rapid acting insulin kontinu subkutan sebagai insulin basal dan selanjutnya diberikan bolus manual masing-masing sebelum makan. Monitor glukosa mandiri preprandial untuk menyesuaikan dosis bolus. Metode ini dikatakan lebih baik daripada injeksi multipel. Hipoglikemia sering terjadi pada awal penggunaan metode ini. 

PENDEKATAN BEDAH
Jika memungkinkan, dapat dicoba transplantasi pankreas.

Diet 
Salah satu langkah pertama dalam menangani DM tipe 1 adalah dengan kontrol diet. Penatalaksanaan diet meliputi edukasi waktu, jumlah, jadwal, atau jenis makanan untuk mencegah hipoglikemia atau hiperglikemia post prandial. Semua pasien dengan insulin sebaiknya memiliki perencanaan diet yang baik seperti intake kalori perhari; jumlah karbohidrat, lemak, dan protein; dan bagaimana membagi kalori antara makan dan snack. Idealnya, diet tap pasien DM dibuat individual sesuai kebutuhan. 
· Distribusi kalori sangat penting diperhatikan; rekomendasi yang biasa adalah 20% dari kalori harian untuk sarapan, 35% untuk makan siang, 30% untuk makan malam, dan 15% untuk snack sore. 
· Kebutuhan protein minimum untuk nutrisi yang baik adalah 0,9 g/kg/hari (range = 1-1,5 g/kg/hari) tetapi intake protein harus dikurangi bila ada nefropati. 
· Intake lemak sebaiknya dibatasi hingga 30% atau kurang dari kalori total. Diet rendah kolesterol direkomendasikan untuk DM. 
· Pasien sebaiknya mengkonsumsi sukrosa dan menambah intake serat. Pada beberapa kasus, snack pagi dan siang penting untuk mencegah hipoglikemia. 

Olahraga 
Pasien seharusnya dimotivasi untuk berolahraga teratur. Edukasi pasien tentang bagaimana efek olahraga terhadap kadar glukosa darah. Jika pasien berolahraga keras atau lebih dari 30 menit, dikhawatirkan kemungkinan hipoglikemia. Untuk mencegah hipoglikemia, mereka di edukasi untuk menurunkan insulinnya 10-20% atau menambah ekstra snack. Pasien-pasien ini juga harus dapat mempertahankan status hidrasinya selama olahraga. 
Insulin 

Insulin subkutan merupakan terapi lini pertama untuk DM tipe 1. Perbedaan jenis insulin hanyalah berdasarkan onset dan durasinya. Insulin yang dapat diberika intravena adaah insulin reguler, lispro, dan aspart sedangkan menurut onset dan durasi kerjanya, ada yang short, intermediate dan panjang. 

Tabel 1. Farmaokinetik sediaan Insulin yang umum digunakan.
Insulin atau Insulin analog
Nama dan Tempat Pabrik
Profil kerja (jam)
Awal
Puncak
Kerja sangat cepat
(ultra rapid acting)
Insulin Lispro (Humalog)
Insulin Aspart (Novorapid)
Insulin Glulisin (Apidra)


Eli Lily
Novo Nordisk
Aventis


0,2-0,5
0,2-0,5
0,2-0,5


0,5-2
0,5-2
0,5-2
Kerja Pendek (short-acting)
Reguler (Human) HumulinR/ Actrapid

Kerja Menengah
(Intermediate-acting)
NPH (human) Humulin N/ Insulatard

Eli Lily/ Novo Nordisk




Eli Lily/ Novo Nordisk


0,5-1




1,5-4

2-3




4-10
Kerja panjang
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir)

Aventis Pharmaceuticals
Novo Nodisk

1-3
1-3

tanpa puncak
tanpa puncak
Campuran (mixtures, human)
70/30 Humulin/Mixtard
50/50 Humulin

Campuran (Mixtures, insulin analog)
75/25 Humalog
50/50 Humalog
70/30 Novomix 30
50/50 Novomix

Eli Lily/Novo Nordisk
Eli Lily/ Novo Nordisk



Eli Lily
Eli Lily
Novo Nordisk



0,5-1
0,5-1



0,2-0,5
0,2-0,5
0,2-0,5

3-12
2-12



1-4
1-4
1-4



Regular, aspart, lispro, NPH, and lente insulins (NovoLog, Apidra, Humulin R, Novolin N, Novolin R)

Dosis Dewasa : 0.5-1 U/kg/hari SC dalam dosis terbagi; titrasi dosis untuk mempertahankan kadar glukosa preprandial dan menjelang tidur 80-140 mg/dl. 
Interaksi obat yang dapat mengurangi efek hipoglikemia insulin adalah : acetazolamide, AIDS antivirals, asparaginase, phenytoin, nicotine, isoniazid, diltiazem, diuretik, kortikosteroid, thiazide, thyroxine, estrogen, ethacrynic acid, calcitonin, kontrasepsi oral , diazoxide, dobutamin, fenotiazin, cyclophosphamide, lithium carbonate, epinephrine, morphine sulfate, dan niacin. Obat-obat yang dapat meningkatkan efek hipoglikemi adalah: kalsium, ACE inhibitor, alkohol, tetrasiklin, beta-bloker, lithium carbonate, anabolic steroid, pyridoxine, salisilat, MAOIs, mebendazole, sulfonamides, phenylbutazone, klorokuin, clofibrate, fenfluramine, guanethidine, octreotide, pentamidine, and sulfinpyrazone

Long-acting insulins 
Insulin ini memiliki durasi yang sangat panjang dan bila dikombinasi dengan insulin kerja cepat, ternyata mampu mengontrol kadar glukosa darah yang lebih baik. 
Pada tanggal 1 Juli 2009, the US Food and Drug Administration (FDA) mengisukan bahwa berdasarkan 4 penelitian baru bersifat observasi, menunjukkan adanya hubungan antara insulin glargine (Lantus) dengan meningkatnya resiko kanker. Glargine merupakan insulin kerja panjang, analog human insulin. 

Insulin detemir (Levemir) 
Durasi kerjanya tergantung dosis. Durasi kerjanya bervariasi, mlai dari 5,7 jam (pada low dose/ dosis kecil) hingga 23,2 jam (pada dosis tinggi). Kerja yang lebih panjang, biasnya akibat absorpsi sistemik untuk molekul detemir yang lambat mulai dari tempat injeksi. Detemir akan berikatan dengan reseptor insulin dan menurunkan kadar glukosa darah dengan memfasilitasi ambilan (uptake) glukosa di seluler masuk ke otot skelet dan lemak; juga menghambat produksi glukosa dari hati. Selain itu, detemir juga menghambat lipolisis di adiposit, menghambat proteolisis dan memperbaiki sintesis protein. 

Pemberiannya dapat dilakukan sekali sehari pada saat makan malam atau pagi hari, atau dapat juga diberikan dua kali sehari saat makan malam atau pagi dengan jarak 12 jam setelah dosis pagi. Pada orang-orang yang menerima hanya insulin basal, dapat di ubah ke insulin detemir dengan dosis unit ke basis unit. Untuk pasien-pasien yang belum pernah menggunakan insulin baik pada DM tipe 2 dengan obat OHO sementera glukosa darah masih belum dapat terkendali dengan baik, maka detemir dapat diberikan dengan dosis 0,1-0,2 U/kgbb setiap sore, kemudian disesuaikan hingga tercapai kontrol glikemi. 

Insulin Glargine (Lantus) 
Menstimulasi penggunaan glukosa oleh sel-sel dan mengurangi kadar glukosa darah. Dosis yang digunakan adalah 10 U SC setiap hari, sesuai dengan respon pasien. 

Follow-up 
PASIEN RAWAT 
Hipoglikemia/hiperglikemia (ketoasidosis) 
Evaluasi kondisi-kondisi yang dapat memperberat hiperglikemi seperti infeksi, CAD (coronary arteri disease), demam. 
Evaluasi keadaan yang dapat menyebabkan hipoglikemi seperti anoreksia, gastroparesis, muntah. 
Pemberian insulin intermediate (seperti NPH, lente) 50-70% per hari dalam dosis dibagi dua disertai tambahan regular insulin dengan sliding scale, cukup baik mengendalikan glukosa darah. Gukosa darah sebaiknya dipantau sebelum makan dan menjelang tidur. 

Perawatan selama prosedur operasi 
Prosedur operasi, harus memperhatikan jua stress emosional, efek anestesi umum, dan prosedur operasi, karena dapat meningkatkan kadar glukos aplasma dan mencetuskan ketoasidosis diabetikum. Pada pasien yang sudah normal selama 1-2 hari dengan injeksi insulin, 1/3 sampai ½ nya dengan dosis pagi yang biasa dapat diberika pagi hari sebelum operasi dan infus IV glukosa 5% juga NaCl 0,9% atau 50 gr glukosa dalam 1 L air selma 6-8 jam. 
Setelah operasi, periksa glukosa plasma dan nilai ketonnya. Tidak perlu mengubah dosis, ulangi dosis insulin preoperatif ketika pasien pulih (recover) dari anestesi dan lanjutkan infus insulin. 
Pantau kadar glukosa plasma dan keton dengan interval 2-4 jam kemudian berikan insulin reguler setiap 4-6 jam untuk mempertahankan kadar glukosa darah 100-250 mg/dL. Lanjutkan sampai pasien dapat makan per oral sehingga pemberian insulin dapat terjadwal 2-3 dosis.. 
Bila tanpa stress, ada juga yang lebih menyukai pemebian insulin SC pada hari operasi kemudian menambahkan 6-10 unit insulin reguler terhdap 1 liter glukosa 5% dalam larutan NaCl 0,9% dengan kecepatan mula-mula 150 ml/jam pada pagi hari sebelum operasi tergantung glukosa plasma. Infus dilanjutkan sampai pulih dari anestesi (recovery) dengan penyesuaian dosis onsulin, tergantung kadar glukosa plasma di ruang pemulihan dengan interval 2-4 jam. Penggunaan infus insulin IV pada periode postoperative period setelah prosedur operasi, perlu dipertimbangkan.

PASIEN RAWAT JALAN 
Edukasi pasien tentang kondisinya, komplikasi yang akan dihadapi dan meyakinkan bahwa mereka harus menjalankan modifikasi gaya hidup seta mengontrol penyakitnya. 
Pemantauan glukosa plasma 
Semua pasien dengan DM tipe 1 sebaiknay belajar bagaimana memantau sendiri gukosanya, membuat catatan dan menyesuaikan dosis insulinnya. 
Yang paling ideal untuk pasien yang tergantung pada insulin adalah memeriksa glukosa darahnya setiap hari sebelum makan, misalnya 1-2 jam sebelum makan dan menjelang tidur serta glukosa puasanya. 
Pada mereka yang terkontrol dengan baik, perlu diperiksakan HbA1c setiap 3 bulan. 
Instruksikan ke pasien untuk memeriksakan keton plasma dan keton urine ke laboratorium/ dengan reagen strip bila sakit (misalnya flu, mual, muntah, nyeri abdomen, poliuri) atau bila menemukan kadar glukosa yang tinggi atau kadar glukosa yang berfluktuasi. 
Hiperkolesterolemia dan hipertensi akan meningkatkan resiko komplikasi dan memerlukan intervensi. 
Edukasi pasien tentang tanda-tanda hipoglikemia dan menganjurkan pasien untuk meminum larutan gula dengan segera. Mereka dianjurkan untuk membawa permen.



Related Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar