Minggu, 17 Februari 2013

Penatalaksanaan DM tipe 2

Pendahuluan
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan diabetes dengan onset usia dewasa. Saat ini, karena kecenderungan gaya hidup yang semakin tidak sehat, sehingga epidemi obesitas dan inaktivitas pada usia kanak-kanak, maka DM tipe 2 sudah memiliki kecenderungan terjadi pada usia lebih muda. Diabetes tipe 2 memiliki ciri khas resistensi insulin perifer dengan defek sekresi insulin yang bervariasi derajat beratnya.

Karakteristik DM tipe 2 adalah resistensi insulin perifer disertai adanya defek sekresi insulin yang bervariasi beratnya. Untuk berkembang menjadi DM tipe 2, kedua defek ini harus ada. Semua individu dengan berat badan berlebih, sudah mengalami resistensi insulin, tetapi hanya mereka yang sel betanya tidak mampu meningkatkan produksi insulin saja yang akan menjadi DM.

Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L) atau
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
Tabel 2.1. Kriteria diagnosis DM

Penatalaksanaan 

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Ada 3 tujuan, yakni: 
· Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah 
· Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhirnya adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas DM 
· Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarka perawatan mandiri dan perubahan perilaku. 

Evaluasi medis pada pertemuan pertama: 
Beberapa pertanyaan yang seharusnya difokuskan pada anamnesia riwayat diabetes, yaitu: 
· Apakah pasien ini secara umum sudah terkontrol (dengan glukosa darah mendekati normal)? 
· Apakah pasien mengalami hipoglikemi berat? 
· Apakah pasien sudah mengalami neuropati perifer? 
· Apakah pasien mengalami ulkus di kaki yang membutuhkan terapi? 
· Apakah pasien mengalami nefropati diabetik yang mungkin akan mengubah terapi? 
· Apakah pasien sudah mengalami komplikasi makrovaskuler seperti CAD?

· Diabetes care: 
o Bagaimana diet pasien? Apakah pasien menggunakan obat anti diabetik oral, insulin, atau keduanya? Jika iya, bagaimana dosis dan frekuensi pemberiannya? 
o Apakah pasien dapat melakukan pemantauan kadar glukosa mandiri? Jika iya, bagaimana frekuensinya dan berapa kadar glukosa setiap waktunya? 
o Kapan kadarA1c diukur dan berapa nilainya? 
o Apakah pasien sdah menjalankan diet dan latihan jasmaninya? 

· Hiperglikemia: tanyakan tentang poliuria, polidipsi, nokturi, penurunan berat badan, dan lemah badan. 

· Hipoglikemia : 
o Apakah pasien pernah mengalami episode hipoglikemia? Berat atau ringan? 
o Seberapa sering hal itu terjadi? Bagaimana tindakan pasien? 
o Apakah pasien tidak sadar telah terjadi hipoglikemia? (misalnya pada pasien yang tanda-tnda adrenergik nya kurang). Hal ini dapat meningkatkan resiko hipoglikemi yang tidak disadari. 

· Komplikasi mikrovaskuler 
Retinopati : kapan terakhir kali pasien diperiksa funduskopi? Apa hasilya? Apakah ada perburukan peglihatan? 
Nefropati : apakah pasien memiliki penyakit ginjal? 
Neuropati : apakah pasien memiliki riwayat neuropati atau simptom neuropati perifer atau otonom (termasuk impotensi bila pasiennya laki-laki)? 

· Komplikasi makrovaskuler 
Hipertensi? Obat-obat yang digunakan? 
CAD: Apakah pasien mengalami CAD? Ataupun riwayat keluarga dengan CAD? 
Penyakit vaskuler perifer : apakah pasien mengalami gejala claudicatio atau memiliki riwayat vascular bypass? 
Penyakit Cerebrovascular: apakah sedang mengalami stroke atau TIA? 
Hiperlipidemia : berapa kadar lipid terakhir? Obat apa yang digunakan? 
Riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemi, hipoglikemia) 
Penyakit kaki diabetik : apakah pasien memiliki riwayat ulkus kaki atau riwayat amputasi? Apakah terdapat ulcus lainnya? 
Infeksi : seberapa sering pasien menghadapi masalah infeksi? Dimana lokasinya? 
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah 
Fakor resiko : merokok, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas dan riwayat penyakit keluarga 
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi, keidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan. 

Pemeriksaan Fisik
· Pengukuran tinggi dan berat badan
· Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan hipotensi ortostatik
· Pemeriksaan funduskopi
· Pemeriksaan rongga mulut dan keenjar tiroid
· Pemeriksaan jantung
· Evaluasi nadi secara palpasi dan stetoskop
· Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
· Pemeriksaan kulit dan neurologis
· Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain

Evaluasi Medis secara berkala
· Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai dengan kebutuhan
· Pemeriksaan A1C dilakukan setiap 3-6 bulan
· Setiap 1 tahun dilakukan pemeriksaan :
o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin/ globulin dan ALT
o Profil lipid
o EKG
o Foto sinar X-dada
o Funduskopi

Pilar Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

Poin 1, 2, dan 3 akan dibahas terpisah di "Gaya Hidup Sehat Pasien DM"

4. Intervensi Farmakologis 
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. 

1. Obat hipoglikemik oral (OHO) 
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan: 
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid 
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion 
C. penghambat glukoneogenesis (metformin) 
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. 

A. Pemicu Sekresi Insulin 
1. Sulfonilurea 
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. 

2. Glinid 
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. 

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin 
Tiazolidindion 
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. 

C. Penghambat glukoneogenesis 
Metformin 
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. 

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) 
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. 

Cara Pemberian OHO, terdiri dari: 
v OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal 
v Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan 
v Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan 
v Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan 
v Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan 
v Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama 
v Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan. 

2. Insulin 
· Insulin diperlukan pada keadaan: 
· Penurunan berat badan yang cepat 
· Hiperglikemia berat yang disertai ketosis 
· Ketoasidosis diabetik 
· Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik 
· Hiperglikemia dengan asidosis laktat 
· Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal 
· Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) 
· Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan 
· Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 
· Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO 

Jenis dan lama kerja insulin 
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: 
· insulin kerja cepat (rapid acting insulin) 
· insulin kerja pendek (short acting insulin) 
· insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) 
· insulin kerja panjang (long acting insulin) 
· insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin). 

Efek samping terapi insulin 
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin. 

Dasar pemikiran terapi insulin: 
· Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. 
· Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. 
· Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. 
· Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin). 
· Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO. 
· Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. 
· Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai. 

Cara Penyuntikan Insulin 
· Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. 
· Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. 
· Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. 
· Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. 
· Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama. 
· Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U 100 

3. Terapi Kombinasi 
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. 

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja. 

4.Penilaian hasil terapi 
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: 

4.1. Pemeriksaan kadar glukosa darah 
Tujuan pemeriksaan glukosa darah: 
· Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai 
· Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi 
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu hal 
terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial. 

4.2. Pemeriksaan A1C 
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. 

4.3. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) 
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional. 

PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala).


Related Post

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum wr wb, permisi dok mau bertanya, apakah pemeriksaan glukosa 2 jam PP boleh tidak bersamaan dengan pemeriksaan GDP? karena pemeriksaan GDP sudah dilakukan sebelumnya (1 hari yang lalu), Mohon penjelasannya dok, Terimakasih
    Salam Hormat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumsalam wr.wb. Selamat malam. Pada prinsipnya untuk pemeriksaan GD2JPP bisa dilakukan tidak bersamaan dengan GDP. Namun tetap dengan persiapan puasa minimal 8 jam sebelumnya. Tapi alangkah baiknya jika dilakukan dalam hari yang sama. Satu hal yang harus diketahui untuk obat-obat diabetes nya tetap diminum sesuai aturan/waktunya meskipun puasa persiapan pemeriksaan gula darah. Semoga informasi nya dapat membantu. Terima Kasih

      Hapus