Kamis, 28 Februari 2013

Belajar Bisnis dari Pengalaman Charles Saerang

Charles Saerang (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 20 Februari 1952) adalah generasi ketiga keturunan Nyonya Meneer, wirausahawan produk jamu ternama di Indonesia, kini menjabat sebagai Presiden Direktur PT Nyonya Meneer. Ia adalah seorang pemerhati perkembangan jamu tanah air dan wirausahawan Indonesia.
Sempat mengalami konflik dalam tubuh perusahaan keluarga yang dipimpinnya, kini Charles justru mampu membawa Nyonya Meneer pada posisi puncak. Tak hanya itu saja, membawa jamu menjadi kebanggaan milik bangsa menjadi salah satu obsesinya.

Charles Saerang adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya Ong Han How atau nama lain Hans Ramana (almarhum) adalah anak laki-laki Nyonya Meneer. Pada April 1976 setelah lulus dengan gelar Bachelor of Science dari Business School Miami University, Ohio, Amerika Serikat (setara sarjana atau S1) Ia diminta ayahnya untuk ikut mengelola perusahaan jamu milik keluarga Jamu Potret Cap Nyonya Meneer. Charles meraih gelar doktor ilmu pemasaran di Universitas Kensington, AS, 1981. Disertasinya berjudul Jamu Awet Memiliki Peranan Penting dalam Memperluas Pemasaran Industri Farmasi dan Herbal Nyonya Meneer (Jamu Awet Plays a Very Important Role in Expanding the Sales of the Pharmaceutical & Herbs Industry Nyonya Meneer)

Pendidikan Formal
1981 : Doktor Philosophy Marketing, Kensington University, California, USA
1979 : Master of Science, Kensington University California, USA
1976 : Sarjana Ilmu Bisnis, Miami University, Ohio

Pendidikan Informal
1997 : “Acquisition and Merger at Wharton School of Business”, University of Pennsylvania, USA,
1988 : “Competitive Marketing Strategies Program“, University of California, Berkeley, USA.
1987 : “Strategic Planning in Asia” INSEAD, Switzerland,
1982 : “Executive Pacific Asian Management Institute, Program on International Business”, University of Hawaii, USA.
1981 : “Modern Concepts in Finance”, Massachusetts Institute of Technology ( MIT ) Boston, USA.
1980 : “Young Executive Program”, Pennsylvania State University, USA.
1977 : “An Executive Education Program on Agribusiness”, Harvard Business School, USA.

Karir
1990-sekarang : Presiden Direktur PT. Nyonya Meneer
2005-2008 : Anggota Departemen kesehatan dan obat-obatan, Dewan Riset Nasional.
2004-2005 : Gubernur distrik Lions Club Indonesia.
2003-2011 : Ketua Gabungan Pengusaha Jamu dan obat tradisional.
2001-sekarang : Anggota Komisi Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan.
1994-2008 : Anggota Advisory KADIN.

Di saat-saat masih mengenyam pendidikan, Charles sebenarnya dituntut oleh kedua orang tuanya untuk membantu perusahaan keluarga warisan Nyonya Meneer. Pada saat masuk ke dalam tubuh perusahaan pun, Charles dituntut untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi, yakni perpecahan antar anggota keluarga. Dengan berbekal pendidikan yang sudah dipelajarinya di negeri seberang, Charles pun berupaya untuk membenahi kekacauan yang terjadi di dalam perusahaan. Tak hanya itu saja, kematian sang ayah pada tahun 1976 juga mendorongnya untuk terjun langsung di dalam perusahaan keluarga.

Dua Kali Konflik
Terjunnya Charles di perusahaan keluarga tidaklah disambut dengan kondisi perusahaan yang maju, melainkan dengan kondisi perusahaan yang dirundung masalah. Masalah yang bersumber dari perpecahan antar anggota keluarga mau tak mau membuatnya memutar otak untuk mencari solusi terbaik. Berbagai perubahan pun dilakukan oleh Charles. Di antaranya adalah dengan meneliti masalah apa saja yang tengah diderita oleh perusahaan yang didirikan di Semarang tersebut. Hatinya kembali tersentuh ketika sang pendiri perusahaan, Ny Meneer meninggal dunia pada 23 April 1978. Sepeninggalnya pendiri perusahaan, barulah kondisi perpecahan semakin menjadi-jadi. hal tersebut berdampak pada jatah keuntungan yang diterima Charles sebagai anak dari Hans Ramana, anak Ny Meneer. “Jatah keluarga saya memang kecil sekitar 23%,” kenang Charles. Meski begitu, ternyata ada beberapa pihak dari keluarga Ny Meneer lain yang berusaha untuk memotong jatah keuntungan yang seharusnya diterima Charles. Oleh karena itu, ia pun menuntut rasa keadilan dalam pembagian keuntungan tersebut.
Puncaknya, pada tahun 1980, Ny Meneer mengalami perpecahan hebat untuk kali pertama. “Perpecahan itu merupakan pukulan yang berat bagi kami,” ujar Charles. Pasalnya, kala itu perpecahan tersebut sempat menimbulkan anggota keluarga lain sedih dan putus asa. “Saya sedih melihat tante saya yang sempat menangis,” lanjutnya. Perpecahan ini dipicu oleh perebutan kekuasaan dan upaya-upaya untuk meningkatkan peranan di dalam mesin organisasi. Konflik tersebut berlangsung cukup panas, sehingga Sudomo, selaku menteri tenaga kerja waktu itu turun tangan untuk memecahkan permasalahan. Tak lebih dari setahun, konflik pun dapat terselesaikan dengan baik. Akhirnya, solusi yang diambil adalah dengan cara pelepasan saham oleh 2 anak nyonya Meneer beserta keluarga mereka, yakni Lucy Saerang dan Marie Kalalo.

Depresi Menghadapi Konflik
Cobaan tak hanya berhenti sampai di situ saja. Perpecahan kembali terjadi di era tahun 1990-an. Saat itu perpecahan terjadi lebih hebat ketimbang kejadian yang pertama. “Yang kedua itu mereka menginginkan penyelesaian secara hukum, bukan dalam konteks keluarga,” tutur Charles. Konflik terjadi karena adanya pertentangan antara keluarga Hans Pangemanan (anak Ny Meneer dari suami kedua) melawan keluarga Nonie Saerang yang bergabung dengan Charles Saerang. Konflik ini termasuk konflik yang cukup berkepanjangan dan paling melelahkan karena berlangsung dari tahun 1989-1994. Akibat konflik itu pula, Charles sempat tinggal di Amerika selama beberapa waktu karena adanya upaya pembunuhan terhadap dirinya. Konflik ini akhirnya dapat terselesaikan pula dengan mengambil solusi pelepasan saham oleh keluarga Hans Pangemanan. Selesai satu konflik, ternyata konflik lain timbul. Situasi dimana porsi saham 50:50 antara Nonie Saerang dan Charles Saerang justru menimbulkan masalah perpecahan berikutnya. Pada tahun 1995-2000, perpecahan tersebut berlangsung. Nonie Saerang harus melawan keponakannya sendiri, Charles Saerang. Konflik ini diwarnai dengan adanya pengrusakan nama baik di antara keduanya. “Saya dituduh menyebarkan aliran komunisme,” kenang pria yang ketika bersekolah di Inggris sering mendapatkan nilai F ini. Tak pelak, Charles pun sempat dihadapkan ke depan meja hijau atas tuduhan tersebut. Ia pun menyambut tantangan tersebut dengan meladeninya di jalur hukum. Proses peradilan yang sangat berkepanjangan sempat membuat Charles depresi terhadap masalah yang tak kunjung selesai.
Akhirnya titik terang pun datang juga, pihak keluarga besar Nonie Saerang memutuskan untuk mengalah dan memilih untuk melepaskan saham yang dimilikinya kepada keluarga Charles Saerang pada tanggal 27 Oktober 2000. Sejak saat itulah, Charles telah mampu memegang kendali penuh di dalam tubuh organisasi perusahaan yang kini omsetnya mencapai Rp 500 miliar ini. Namun saat ini Charles justru mendapatkan tantangan dan cobaan lainnya yang datang dari luar perusahaan. “Sekarang tantangannya jamu kimia yang banyak beredar,” ungkap Charles yang juga menjabat ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia ini.

Mengunjungi Makam Sang Ayah Pada Saat Dirundung Masalah
Pada saat masalah menghadang Charles dalam mengembangkan perusahaan, ia kerap melakukan rutinitas yang cukup unik. “Saya selalu mengadu ke makam ayah saya bila ada masalah,” aku Charles. Tepat di samping makam, Charles langsung mencurahkan permasalahannya. Walaupun tak akan terdengar oleh sang ayah, ia mengaku merasa lebih tenang bila telah menceritakan duduk permasalahan yang tengah dihadapinya.
Tak hanya menceritakan permasalahan yang tengah dihadapinya, Charles juga selalu mendoakan sang ayah. Baginya, ayahnya merupakan sosok panutan dalam memimpin perusahaan keluarga. Dari ayahnya pula, ia belajar banyak hal mengenai hidup. Sikap mandiri dan berani, didapatnya dari sang ayah yang meninggal pada tahun 1976. Tak heran, kini ketika permasalahan datang, tak ada lagi sosok yang menjadi tempatnya bersandar. Dulu, biasanya ia selalu bercerita kepada sang ayah bila memiliki masalah. Tak hanya dengan ayah, Charles juga selalu bercerita kepada sang nenek, yang tak lain adalah Nyonya Meneer. Akan tetapi, setelah keduanya tiada, tak ada lagi tempat bercerita dan mengadu. “Tak ada yang bisa saya ajak bicara, karena sudah tidak ada Nyonya Meneer dan ayah,” tutur Charles. Sang istri pun hanya mampu mendoakan keberhasilan Charles.
Tak heran, bila Charles tengah dirundung masalah, ia mengaku selalu berkunjung ke makam sang ayah. Dengan begitulah, ia akan dapat berpikir tenang dan mampu mendapatkan solusi terbaik. Solusi yang berguna bagi ribuan karyawan yang kini menjadi tanggungannya.

Sempat Dilawan dengan Ilmu Sihir Ketika Konflik
Berbagai cara ditempuh oleh pihak lawan terhadap Charles untuk memenangkan perpecahan antar anggota keluarga. Mulai dari jalur hukum, bahkan tindakan kriminal sekalipun. Bahkan Charles sempat diisukan sebagai penyebar ideologi komunisme. Tak pelak, tuntutan hukum pun mengancam pria bertubuh tegap ini. Bahkan percobaan pembunuhan pun sempat menghampirinya. Sehingga membuat Charles harus mengungsi ke Amerika untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Bahkan pada hari pertama setelah menikah dengan istrinya, kediaman Charles harus dijaga polisi militer untuk mencegah kejadian buruk di rumahnya.
Selain dilawan dengan jalur hukum dan tindakan-tindakan di luar hukum, ternyata Charles sempat merasakan ilmu sihir yang dikirimkan oleh pihak lawan kala itu, yakni keluarga besar Nonie Saerang. “Kantor saya ditaburi garam dan ditaruh kembang oleh mereka,” kenang Charles. Ia tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh pihak lawan tersebut. Banyak pihak yang memberitahu dirinya bahwa ia telah diguna-guna. Mereka langsung memberikan saran agar Charles melawannya dengan menggunakan ilmu sihir pula. Akhirnya Charles mengikuti saja saran tersebut. Ia kemudian pergi ke perkampungan di daerah Semarang Timur. Meski tak percaya, Charles hanya menerima saja barang-barang pemberian dari si paranormal. “Saya dikasih bendera, lalu disuruh pasang, ya saya pasang saja,” ujarnya sembari tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian tersebut. Meski demikian, Charles masih bersyukur ia tidak mengalami kejadian yang lebih buruk dari ilmu sihir itu. Ia dapat melewati permasalahan tersebut tanpa suatu kejadian yang buruk.
Dalam perjalanan karir dan hidupnya, ternyata Charles mempercayai bahwa ada bantuan Tuhan yang selalu membimbing dan menjaga kehidupan dirinya dan keluarga. “Apa yang saya jalankan, ada yang mengatur,” ujar Charles singkat. Dengan kepercayaan yang dimilikinya, Charles mampu melewati segala macam permasalahan yang menghampirinya.

Tiga Prinsip Menyelesaikan Perpecahan Perusahaan Keluarga ala Charles Saerang 
Ada beberapa prinsip yang selalu dipegang Charles dalam menjalankan perusahaan dan karirnya sebagai orang pertama di dalam perusahaan keluarga. Dengan prinsip-prinsip itulah, Charles mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang menyangkut hubungan antar anggota keluarga. Prinsip-prinsip itu di antaranya adalah; pertama, memiliki visi. “Kita harus punya mimpi,” tegas Charles. Menurutnya, tanpa ada mimpi atau visi ke depan, manusia tidak akan memiliki target atau tujuan yang hendak dicapai dalam hidup. Dalam membangun Nyonya Meneer menjadi perusahaan jamu terbesar di tanah air, Charles pun menggunakan visi ke depan. Salah satu mimpinya adalah dengan membuat jamu Nyonya Meneer sebagai jamu kebanggaan milik bangsa Indonesia.
Kedua, memiliki komitmen. Setelah manusia mempunyai mimpi ke depan, maka menurut Charles, harus disertai dengan komitmen yang tinggi untuk menggapai mimpi tersebut. “Saya punya komitmen untuk menyelesaikan perpecahan dalam keluarga,” ujar Charles. Komitmen tersebut diwujudkannya dengan melakukan tindakan proaktif menyelesaikan perpecahan dalam keluarga besar Nyonya Meneer, yakni menawarkan solusi yang sama-sama menguntungkan. Ketiga, memiliki skills atau kepandaian. Memiliki visi dan komitmen tanpa skills bagi Charles tidak akan ada gunanya. Menurutnya, dengan adanya kepandaian, dapat menyelesaikan segala macam bentuk masalah yang hinggap dalam tubuh perusahaan. “Kepandaian itu didapat dari belajar,” tutur ayah dua anak ini. Tak heran, Charles memberanikan diri untuk belajar di negeri seberang agar mampu menuntut ilmu yang nantinya dipergunakan di dalam perusahaan.
Menurut Charles pula, perpecahan dalam keluarga besar Nyonya Meneer dianggapnya sebagai tantangan dan merupakan salah satu tahap yang harus dilalui perusahaan agar berkembang. “Mungkin tanpa adanya perpecahan, kita nggak mungkin berkembang,” ujar pria yang memiliki hobi berolahraga ini. Charles membandingkan perusahaan Nyonya Meneer dengan salah satu perusahaan jamu lain yang di masa lalunya tidak mengalami perpecahan. “Perusahaan itu malah kondisinya stagnan saja,” ujarnya tanpa menyebutkan nama perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Charles patut bersyukur dengan adanya perpecahan yang terjadi berkali-kali di masa lalu. Karena dengan begitu, perusahaan Nyonya Meneer akan tetap bermakna sebagai pemersatu anggota keluarga besar Nyonya Meneer.

Strategi Nyonya Meneer
Nah, kalau pangsa pasarnya sudah jenuh bagaimana? Ya, kita bisa menggunakan teknik yang namanya deviasi, dalam konteks think out of the box. Istilah gampangnya, program-program yang kami ciptakan untuk mencari terobosan baru. Misalnya strategi ekspor, mengakali dollar AS, inovasi di jalur distribusi, dan sebagainya.
Intinya, pembenahan vertikal dan horizontal. Kalau vertikal, kita lihat proses produksi, dari raw material hingga ke produk akhir. Sementara strategi horizontal, lihat variasi produknya.
Jadi, harus benar-benar bermain cantik di semua lini. Kalau tidak begitu, susah kita hadapi persoalan-persoalan itu.

Saya masih optimistis Nyonya Meneer bisa tumbuh. Pertama, pola pikir. Saya mengajak profesional di Nyonya Meneer untuk memasang target tinggi dan membesarkan perusahaan ini. Kenapa? Kalau besar, ruang lingkupnya otomatis jadi besar. Karena ruang lingkup besar, itu bisa membuat kami makin leluasa “bergerak”. Kalau kecil, bagaimana mau bergerak? Sebab tak ada ruang.
Kedua, sektor potensial. Karena ruang gerak lebih leluasa tadi, kami bisa lirik sektor mana saja yang menarik dan berpeluang. Misalnya, distributor, atau suplai produk. Baru saja saya ke AS untuk suport produk-produk yang digunakan di spa-spa perusahaan milik Presiden Obama di San Francisco. Di Bali, kami pemasok bahan untuk spa terbesar.
Ketiga, repackaging. Sekarang ini keuntungan kami ditopang dari ekspor dan penjualan lokal. Produk ekspor meningkat per tahun sekitar 60%–70%, bahkan 100% per tahun. Sementara penjualan lokal cuma naik 5%, bahkan, stagnan. Kami tidak lagi mengandalkan penjualan lokal karena situasinya terpojok begitu. Otomatis kami bersandar pada ekspor.
Cuma, kami tidak melakukan ekspor berupa produk jadi. Yang kami ekspor adalah single compound, atau bubuk-bubuk jamu berbahan natural jenis tertentu. Ambil contoh bubuk jahe, temulawak, dan sebagainya. Nah, sampai di negara tujuan, kami kemas ulang bahan-bahan tersebut dengan merek-merek di sana. Ambil contoh jamu bermerek Taiwan, Hong Kong, atau Malaysia.
Keempat, kami terus mengembangkan negara tujuan ekspor. Sekarang ini kami sudah mengekspor ke 10 negara tujuan. Ekspor terbesar kami ke Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong. Di masa depan, kami menjajaki negara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar